Kota Subulussalam merupakan kota yang tengah merias diri sekarang. Kota ini dulunya bernama Bandar Baru, namun oleh Prof. Ali Hasyimi yaitu Gubernur D.I.Aceh pada tahun 1962 mengubah nama Bandar Baru menjadi nama Subulussalam yang berarti "Jalan Menuju Keselamatan" di tanggal 14 september 1962 pada saat melakukan kunjungan kerja dan meresmikan pembangunan Mesjid Jamik di kecamatan simpang kiri dengan agenda peletakan batu pertama. Maka oleh karena itu, peringatan hari jadi subulussalam dirayakan pada tanggal 14 september setiap tahunnya.
Singkat cerita, kota yang bersemboyankan Sada Kata ini berkembang pesat sekarang. pembangunan infrastruktur publik, juga perluasan jalan-jalan hingga ke pelosok desa yang dapat dijangkau dengan mudah, dirasakan memberikan dampak positif dikalangan masyarakat kota subulussalam. Oleh karena itu bisa dikatakan banyak perubahan telah terjadi disini, baik perubahan sosial maupun perubahan-perubahan lain yang jika kita melakukan pengamatan dengan cermat terhadap sesuatu yang ada disekeliling kita, dan melakukan perbandingan dengan keadaan yang ada di masa sebelumnya (yaitu sebelum kota subulussalam dibentuk pada tahun 2007), maka akan tampak jelas sekali perubahan dan perbedaannya.
Namun ada 1 (satu) permasalahan yang jika tidak diantisipasi sejak dini, dikhawatirkan akan menjadi permasalah besar dikemudian hari. yaitu tentang identitas kesukuan kota subulussalam yang masih semraut dan masih banyak menimbulkan opini yang berbeda-beda dikalangan masyarakat. Ini dikarenakan tidak adanya sumber yang dituliskan oleh generasi sebelumnya, atau belum adanya sumber yang bisa dipublikasikan hingga sekarang.
Beragam corak asumsi mewarnai masyarakat kota subulussalam mengenai kesukuan ini. Kita yang muda turut terpancing memeriahkan diskusi kesukuan dengan sudut pandang yang berbeda-beda tanpa pijakan yang kuat. Bergantung pada versi yang pernah kita dengar masing-masing. namun dari beberapa pengamatan dan diskusi yang sudah pernah saya lakukan secara random dan berulang-ulang di berbagai tempat di 5 (lima) kecamatan dalam waktu yang menurut saya sudah cukup untuk disimpulkan. maka saya dapat menyimpulkan bahwa :
1. Di kecamatan simpang kiri, masyarakat terpecah menjadi 2 bagian kelompok.
Kelompok yang pertama mengakui dan meyakini bahwa kita orang-orang pribumi kota subulussalam adalah bersuku Singkil.
Kelompok yang kedua, mangakui dan meyakini bahwa kita orang-orang pribumi kota subulussalam adalah bersuku Boang.
2. Di kecamatan penanggalan, mayoritas masyarakat disana lebih dominan mengakui dan meyakini bahwa kita orang-orang pribumi kota subulussalam adalah bersuku Boang atau Pak-pak boang.
3. Di kecamatan Rundeng, Longkip, dan Sultan Daulat. Mayoritas masyarakat lebih mengenal istilah Kalak Kampong, ketimbang menggunakan 2 (dua) nama suku diatas tersebut yaitu Boang dan Singkil.
Memang mengenai Kesukuan adalah hal yang sensitif untuk dibicarakan, namun apabila kita tidak bisa memperjelas status kesukuan kita sebagai masyarakat pribumi kota subulussalam, maka identitas kita sebagai masyarakat pribumi subulussalam akan lemah, dan akan hilang begitu saja termakan arus zaman. ibarat smartphone tanpa pola dan mudah untuk dibobol orang.
Dalam hal ini saya berusaha untuk seobjektif mungkin mengenai perbedaan-perbedaan pendapat yang ada di tengah-tengah masyarakat kota Subulussalam, saya sebagai salah satu masyarakat kota subulussalam yang merasa bahwa subulussalam adalah bagian dari diri saya menilai :
- Berdasarkan sejarah-sejarah yang pernah dituliskan dan disebarluaskan diberbagai perpustakaan Nasional dan Internasional, ada 2 tokoh ulama kharismatik yang terkait erat hubungannya dengan Kabupaten Aceh Singkil. Yaitu Syekh Hamzah Fansyuri dan juga Syekh Abdurrauf yang hidup di fase yang tidak bersamaan. Namun keduanya dipercaya adalah tokoh ulama kharismatik penyebar islam dari aceh singkil yang menyebar karya tulisnya dalam bentuk bahasa melayu. Lalu timbul pertanyaan, Apakah Bahasa yang digunakan di Kabupaten Aceh Singkil sekarang seperti kosa kata : kamano, iyo, apo, atau kata lain sebagainya adalah termasuk kategori bahasa melayu? Kalau iya, kenapa kita masih mengatakan bahwa bahasa daerah yang kita gunakan di kota subulussalam adalah bahasa singkil? padahal sudah jelas bahwa bahasa yang kita pakai di kota subulussalam adalah bukan termasuk kedalam kategori bahasa melayu. Untuk itu saya lebih menerima sebutan "Kalak Kampong" tetap disematkan sebagai identitas kita sebagai pribumi kota Subulussalam.
Mohon maaf atas ilmu pengetahuan yang belum sempurna. tolong tinggalkan pendapat anda pada kolom komentar.
Sumber :
- http://mataharikampung.blogspot.co.id
- http://nasional.kompas.com
- https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrauf_Singkil
- https://www.youtube.com/watch?v=MdZt5nuGVhw
Rahmad Ariadi :)

